Rabu, 20 Juni 2012

Menatap Tantangan Masa Depan

Know thy-self! Kenalilah diri anda sendiri, demikian pernyataan Socrates seorang filsuf Yunani klasik. Agar seseorang dapat mengaktualisasikan dirinya, apalagi untuk meraih keberhasilan dalam mencapai sebuah cita-cita. Demikian juga hal-hal yang harus kita ambil dalam melakukan kebijakan strategis dalam membangun sebuh bangsa. Hari kebangkitan nasional yang seyogiyanya dilakukan setiap tanggal 20 Mei menjadi momentum sejarah dalam memperbaiki sebuah bangsa. Bangkitnya kembali sebuah bangsa yang telah kehilangan identitasnya tiga setengah abad lamanya adalah suatu proses. Proses itu biasanya dimulai dengan munculnya sebuah kesadaran bersama harga diri, kemudian mulai mencari siapakah dia sebenarnya, menyadari bahwa di telah diperlukan sewenang-wenang, dihina dan ditindas. Untuk memperolah kembali martabat Indonesia harus sadar bahwa segala sesuatunya harus ditempuh dengan segala perjuangan yang gigih bahkan mengorbankan darah dan nyawa. Sebenarnya bangsa ini memiliki perasaan sebagai bangsa yang mempunyai martabat. Jadi untuk masalah nasionalisme bangsa ini, tidak ada masalah. Yang menjadi masalah adalah apa yang hendak kita perbuat untuk bangsa ini. Sabab, saat ini ada dua faktor yang sama sekali tidak nampak pada bangsa ini, yaitu kejujuran dan keterbukaan. Masyarakat sendiri juga yang salah, sebab mereka menyerahkan begitu saja permasalahan bangsa ini pada birokrat. Kita merasa bahwa pemerintah itu sudah paling tahu. Kita menyimpang dengan yang dinyatakan oleh ahli perang Prusia, von Clausewitz bahwa perang terlalu penting untuk diserahkan pada seorang jenderal saja. Kita juga seperti itu, pembangunan terlalu penting untuk dilakukan oleh para birokrat saja. Seharusnya pembangunan itu dipimpin sendiri oleh masyarakat, melalui pembahasan-pembahasan, diskusi dan sebagainya.

Tantangan Kebangsaan
Tantangan kita sekarang ini adalah globalisasi. Globalisasi terjadi karena pada akhir abad 21 dimana teknologi dan komunikasi berkembang begitu cepat. Bahkan dikatakan bahwa era globalisasi disebut juga dengan the end of the nation state. Manusia bebas berhubungan satu dengan yang lain. Batas-batas teritori negara tidak lagi mampu menghalangi komunikasi global. Bahkan kekuasaan negara seperti kehilangan dayanya untuk memproteksionis, menguasai dan mengawasi warga negaranya. Dunia boleh dikatakan mengalami pancaroba. Perubahan besar-besaran dan fundamental melanda dunia, melingkupi bukan hanya bangunan negara tetapi juga orang-orang yang ada didalamnya. Arti sebuah kemerdekaan dari apa yang dikatakan oleh Bung Karno, “bukanlah tujuan tetapi jembatan emas untuk mencapai kesejahteraan sosial” dengan maksud yang penting memberikan kontribusi kepada semangat kebangsaan daripada sekedar mendapat nama dan kehormatan semata. Dalam 104 tahun Kebangkitan Nasional Indonesia sebagai negara dan bangsa masih jauh dari keberhasilan memaknai Kebangkitan Nasional dan mengisi kemerdekaannya yaitu: masyarakat yang bersatu, berdaulat, berkebangsaan, adil, dan makmur. Biaya pendidikan sekarang amat mahal dan sulit untuk dijangkau oleh masyarakat bawah. Pendidikan hanya menjadi alat untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya oleh para stakeholder. Dinegara kapitalis seperti Amerika, pendidikan untuk rakyat tetap disediakan. Di kebanyakan negara Eropa pendidikan dasar (elementary school) hingga pendidikan tinggi gratis. Di Jepang, Malaysia, Korea dan Singapura pada umumnya mereka sekolah ke luar negeri untuk belajar. Ketika selesai menempuh pendidikan menjadi motor penggerak perubahan di negaranya sendiri. Sebenarnya penyelesaian atas problema diatas menuntut perlunya ditegakkan kejujuran (truthfullness) dan keadilan (justice). Tuntutan-tuntutan ini bukan barang baru. Termasuk dalam tuntutan ini adalah transparansi dan keterbukaan dalam proses menegakkan kejujuran dan keadilan tersebut. Selama tuntutan-tuntutan itu tidak terwujud, dibawah pemerintahan apapun maka akan timbul pergolakan-pergolakan yang terus terjadi.

Peranan Kaum Muda
Peranan kaum muda sangat diperlukan dalam melakukan akselerasi dalam mengatasi persoalan kebangsaan karena sejatinya anak muda cenderung mempunyai semangat perubahan. Pemikir filsafat AN Whitehead mengatakan bahawa yang pasti dalam proses kehidupan manusia dan bangsa adalah perubahan (change). Hanya saja perubahan itu ada yang berjalan ke arah yang baik dan maju (progresif) dan juga perubahan yang justru merupakan kemunduran (retrogresif). Kemana perubahan akan bergerak sangat bergantung pada dua hal yaitu ideologi yang menjadi arah perjalanan suatu bangsa dan kepemimpinan yang menjaga ideologi dan kepentingan nasional bangsa itu sendiri. Dipermukaan secara simbolik dan prosedural bangsa ini mengalami kemajuan luar biasa. Angka pertumbuhan ekonomi bisa dijaga pada level yang stabail. Demokrasi modern bisa dilaksanakan dengan baik. Simbol-simbol peradaban modern juga dikonsumsi dalam gaya hidup masyarakat. Namun secara kultural, moral, nilai-nilai, dan spiritualitas bangsa ini sedang mengalami kemunduran luar biasa seperti krisis kepemimpinan dan ideologi. Ideologi seperti apa yang dikatakan oleh William R Liddle menghasilkan suatu realitas peta sosial yang bisa membedakan penyebab penting perilaku manusia dari yang tidak penting, bagaimana masa lalu bisa membentuk masa kini dan bagaimana masa kini akan membentuk masa depan. Ideologi juga memberikan arah tindakan yang dirancang untuk mencapai masa depan yang di inginkan. Ketidakjelasan arah pembangunan suatu bangsa, carut-marut implementasi kebijakan ekonomi, dan tidak jelasnya arah pelembagaan politik seharusnya merupakan cermin dari suatu krisis idiologi yang sedang terjadi, seperti di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir. Jika situasi demikian terus berlanjut maka proses menuju negara gagal (failed state) tidak bisa terbendung. Beberapa sarjana Barat seperti Daniel Bell, Seymour Martin Lipset, Edward Shils dan Raymond Aron memang telah mengkampanyekan berakhirnya ideologi (the end of ideology).Perbincangan tentang ideologi dianggap telah selesai dan usang. Kemudian, dengan melihat peranan kaum muda sekarang menjadi momentum yang sangat penting dalam mengisi krisis kepemimpinan nasional. Brander mengatakan dalam bukunya The Staring Into Chaos: Exploration In The Decline of Werstern Civilization bahwa perubahan peradaban selalu digerakkan oleh seseorang atau kelompok minoritas saja yang memiliki kreativitas dan kharisma yang luar biasa. Dengan demikian masalah kepemimpinan nasional tidak bisa dipisahkan oleh kaum modal dalam kacah politik nasional. Dengan keterlibatan dan kepeloporan kaum muda akan menghasilan terobosan-terobosan baru dalam mengatasi persoalan bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar